Kota Delanggu, bagi orang yang sering bepergian antara Yogjakarta-Solo akan begitu familier. Yupz, kota Delanggu memang terletak diantara 2 kota besar tersebut. Kota kecamatan yang masuk wilayah kabupaten Klaten.
Kota Delanggu, kota kecil yang damai dan indah akan persawahan yang hijau. Kota yang bagiku masih bisa dikatakan alami, karena pada dasarnya perubahan yang terjadi dikota ini tidak begitu besar. Mungkin cuma prasarana umum saja yang banyak berubah seperti pasar Delanggu, puskesmas dll, tetapi tidak mengurangi ciri khasnya.
Bagi banyak orang luar kota atau bahkan hampir kebanyakan orang di kota besar Pulau Jawa ini, Delanggu akan dikenal sebagai gudang beras. Delanggu sebagai produsen beras terbesar di Jawa (katanya sih).Beras Delanggu, kalo orang menyebutnya, terkenal karena pulen, empuk dan enak mengenyangkan. Berbeda dengan beras-beras produksi daerah lain, yang katanya keras(atos kalo bahasa jawanya), ga pulen dan tidak putih.Salah satu jenis beras Delanggu yang disukai adalah beras Rojolele. Ya, beras Rojolele memang rasanya berbeda dengan jenis beras lainnya. Empuk dan pulen. Walaupun daerah lain juga ada produksi Beras Rojolele-nya tetapi Rojolele Delanggu berbeda. Ya kalau kurang percaya, silakan pembaca mencobanya sendiri.Tetapi hati-hati kalau membeli beras Delanggu karena dipasaran banyak sekali beras tiruan Delanggu, padahal itu bukan asli produksi Delanggu.
Ada satu hal yang mengganggu benakku beberapa tahun belakangan ini. Bukan karena banyaknya beras Delanggu tiruan, tetapi padi yang akan dijadikan sebagai beras Delanggu itu sendiri. Lho memangnya ada apa? Pembaca mungkin akan bertanya begitu. Khan Delanggu, persawahannya hijau dan luas, air juga melimpah.
Ya itu dulu, kalo sekarang lain. Dari survey yang saya lakukan, sebenarnya luas persawahan di Delanggu sudah berkurang hampir setengahnya. Sudah banyak yang berubah menjadi perumahan-perumahan baru dan bangunan lainnya.Kenyataan lain, padi yang selama ini diolah menjadi beras oleh penggilingan2 beras Delanggu adalah berasal dari daerah diluar Delanggu seperti Sragen, Karanganyar atau juga masih dalam wilayah kabupaten Klaten itu sendiri.Walau produksinya lebih tapi kalo padinya diambil dari luar Delanggu apakah masih bisa disebut beras Delanggu?
Selain itu beberapa bulan belakangan ini, pertanian padi di kota Delanggu mengalami kelesuan dan gagal panen dikarenakan mewabahnya hama wereng. Dan tak sedikit para petani yang sementara waktu tidak menanam padi dilahan persawahannya.
Itulah yang jadi pikiranku selama ini. Masih pantaskah nantinya Delanggu disebut sebagai Gudang Beras?